Dosis respon obat dan indeks terapi


       I.            TUJUAN PERCOBAAN

   Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :
1.      Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh DE50 dan DL50.
2.      Memahami konsep indeks terapi dan implikasi- implikasinya.

    II.            PRINSIP

1.      Dosis respon obat
Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat yang diberikan juga ditingkatkan.
2.      Indeks terapi
a.       Yaitu perbandingan antara DE50 dan DL50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50% dari jumlah binatang dan dosis yang mematikan 50% dari jumlah binatang
b.      Indeks terapi merupakan ukuran keamanan untuk menentukan dosis obat
c.       Rumus :
Indeks Terapi = DL50DE50

 III.            TEORI

Mencit digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya. ( Sundari,2011)
Dosis obat yang harus diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, jenis kelamin,  besarnya permukaan badan, beratnya penyakit dan keadaan si pasien (Ganiswarna, 1995).
Righting reflex adalah reaksi tubuh pada hewan untuk kembali ke posisi semula sehingga kuku dan kakinya menempel ke tanah setelah sebelumnyadiposisikan pada posisi terlentang. Hal tersebut diuji dengan cara mengangkat ekor mencitdan meletakkannya pada posisi terbalik.( Udithdita, 2011)
            Dilihat dari usia, dosis dapat memberikan efek-efek yang bervariasi. Pada anak-anak kecil dan terutama bayi-bayi yang baru lahir (neonati) menunjukkan kepekaan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi hati dan ginjal serta sistem-sistem enzimnya  belum lengkap perkembangannya. Untuk orang-orang tua dengan usia di atas 65 tahun, lazimnya lebih peka pula untuk obat, karena sirkulasi darahnya sudah berkurang begitu pula fungsi hati dan ginjalnya hingga eliminasi obat berlangsung lebih lambat, sementara jumlah albumin darahnya lebih sedikit maka pengikatan obat lebih berkurang.  Hal ini berarti bahwa bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya keracunan bertambah. Akhirnya pada mereka tidak jarang terjadi kerusakan-kerusakan umum (difus) pada otak yang mengakibatkan meningkatnya kepekaannya untuk obat-obat dengan kerja sentral, misalnya obat-obat tidur (khususnya barbital-barbital, nitrazepam), morfin dan turunannya, neuroleptika dan antidepresiva (Ganiswarna, 1995).
            Untuk kebanyakan obat, keseragaman respons pasien terhadap obat terutama disebabkan oleh adanya perbedaan individual yang besar dalam factor-faktor farmakokinetik; kecepatan biotransformasi suatu obat menunjukkan variasi yang terbesar. Variasi dalam berbagai factor farmakokinetik dan farmakodinamik ini berasal dari perbedaan individual dalam kondisi fisiologik, kondisi patologik, factor genetic, interaksi obat dan toleransi. Fasefarmakokinetik berkaitannya dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisiko-kimia yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan yang selanjutnya menentukan aktivitas terapetik obat (Setiawati dan Armen, 2007).
                        Median efektif dosis (ED50) dapat digunakan untuk pemberian dosis obat yang menyebabkan 50% dari hewan uji:
-          berekasi atau tidak bereaksi (reaksi yang diharapkan)
-          hidup atau mati (LD50)
-          positif atau negatif
-          masuk dalam kategori yang diharapkan atau tidak (Ninda, 2010).


Indeks Terapi
Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksis dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian (dosis toksis = TD dan dosis letal = LD). Takaran pada mana obat menghasilkan efek yang diinginkan disebut dosis terapeutik (Tan & Raharja, 1978).
Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dalam laboratorium farmakologi dapat dilakukan percobaan-percobaan binatang dan yang ditentukan adalah khususnya DE50 dan DL50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pada 50% dari jumlah binatang dan dosis yang mematikan 50% dari jumlah binatang. Perbandingan antara kedua dosis ini dinamakan indeks terapi yang merupakan suatu ukuran untuk keamanan obat; semakin besar indeks terapi, semakin aman penggunaan obat tersebut. Akan tetapi, hendaknya diperhatikan bahwa indeks terapi ini tidak dengan begitu saja dapat dikorelasikan terhadap manusia, seperti halnya dengan semua hasil dari percobaan binatang berhubung perbedaan-perbedaan metabolism (Ganiswarna, 1995).
Indeks terapi dapat dihitung dengan cara:
            Indeks Terapi = DL50DE50  



Description: Pict0002
 







Gambar : Kurva-kurva yang menggambarkan kerja terapeutik dan dosis letal dari suatu obat.

Luas terapi adalah jarak antara DL50 dan DE50 juga dinamakan jarak keamanan (safety margin). Seperti indeks terapi, berguna pula untuk sebagai indikasi untuk keamanan obat terutama untuk obat yang digunakan secara terus-menerus. Obat dengan safety margin kecil mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilewati (Ganiswarna, 1995).

Fenobarbital
Rumus molekul           : C12H12N2O3
Nama Kimia               : Asam 5 etil-fenilbarbiturat
Sinonim                      : Luminal
Berat molekul             : 232.24
Pemerian                     : Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol, eter, dan dalam larutanalkali hidroksida dan dalam alkali karbonat; agak sukar larut dalam kloroform
Kandungan                 : Fenobarbital mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebihdari101,0% C12H12N2O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
Stabilitas                     : Stabil dalam udara, tetapi larutan mengalami hidrolisis khususnya pada pH tinggi. Karena adanya pemutusan cincin asam barbirturat pada posisi1,2 atau posisi 1,6 untuk membentuk diamida atau ureida. Dekomposisidiamida dan ureida lebih jauh dapat terjadi.
pKa                                       : 7,4 (25°C)
Titik lebur                   : (174-178)°C
Inkompatibilitas                  :Fenobarbital akan mengalami presipitasi tergantung pH campuran dankonsentrasi barbiturat. Apabila campuran bersifat alkali penetapan pH menjadi penting. Pengendapan asam bebas dilaporkan terjadi pada pH 8,8
Polimorfisme              : Fenobarbital memiliki 13 jenis bentuk polimorfik yang telah teridentifikasi. Bentuk yang paling stabil pada suhu kamar adalah bentuk II, yang merupakan bentuk paling banyak terdapat dalam perdagangan .
Wadah dan penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat ( Depkes RI, 1995)

Fenobarbital (asam 5,5-fenil-etil-barbiturat) merupakan senyawa organikpertama yang digunakan dalam pengobatan antikolvulsi, dan merupakan obatpilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak. Dosis dewasayang biasa digunakan ialah 2x120-250 mg sehari. Dosis anak ialah 30-100 mgsehari. Penghentian fenobarbital harus secara bertahap untuk mencegahkemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malah bangkitanstatus epileptikus. Penggunaan fenobarbital menyebabkan berbagai efeksampingseperti sedasi, psikosis akut, dan agitasi. Interaksi fenobarbital dengan obat lainumumnya terjadi karena fenobarbital menoingkatkan aktivitas enzim mikrosomhati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbitalmeningkat 40%. (Utama dan Gan, 2007)

Mekanisme kerja fenobarbital yang pasti belum diketahui, tetapi memacuproses peghambatan dan mengurangi transmisi eksitasi. Data menunjukkanbahwa fenobarbital dapat menekan saraf abnormal secara selektif,menghambata penyebaran, dan menekan pelepasan dari fokus. Seperti fenitoin,dalam dosis tinggi, fenobarbital dapat menekan melalui konduksi Na+, lepasnyafrekuensi tinggi renjatan saraf yang berulang dalam kultur. Begitu pula padakonsentrasi tinggi, barbiturat menghambat arus Ca2+ (tipe L dan M).Fenobarbital terikat pada sisi pengatur alosterik dari reseptor GABAbenzodiazepin, dan memacu arus yang dirangsang reseptor GABA dengan caraperpanjangan pembukaan saluran Cl-,. Fenobarbital juga menghambat responeksitatif yang disebabkan glutamat, terutama yang diakibatkan oleh aktivasireseptor AMPA. Dengan kadar terapi yang relevan, fenobarbital meningkatkanpenghambatan melalui GABA dan reduksi eksitasi melalui glutamat. (Katzung,1997).
Fenobarbital memiliki aktivitas antiepilepsi, membatasi penyebaranlepasan kejang di dalam otak dan meningkatkan ambang serangan epilepsi.Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan potensiasi efekinhibisi dari neuron-neuron yang diperantarai oleh GABA (asam gamaaminobutirat) dosis-dosis yang diperlukan untuk efek antiepilepsi lebih rendahdaripada dosis yang menyebabkan penekanan saraf pusat yang hebat. (Mycek,2001)

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.


Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. UI-Press. Jakarta.

Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal.354-356

Mycek, MJ dkk. 2001.Farmakologi Ulasan Bergambar . Widya Medika : Jakarta,hal.149

Setiawati, Arini dan Armen Muchtar. 2007. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Respons Pasien terhadap Obat Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Sundari, Siti. 2011. Keadaan Nilai Normal Baku Mencit strain CBR Swiss Derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular. Tersedia di http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15KeadaanNilaiNormal92.pdf/15KeadaanNilaiNormal92.html ( Tanggal 17 Maret 2012)

Tan & Raharja. 1978. Obat-obat Penting Khasiat dan Penggunaannya. Edisi Ketiga. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Udithdita.2011. Dosis Respon Obat dan Indeks Terapi. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/51642882/Lapak-farkol-LD-ED ( Tanggal 17 Maret 2012)

Utama H. & Gan. V . 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi . Dalam : Farmakologi dan Terapi,edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta,hal.179-196





Comments

Popular Posts